Perlu Ada Revisi agar Lokalisasi Dirobohkan dan Muncikari Dihukum
TERJARING OPERASI: WTS yang ditangkap Satpol PP hanya diganjar denda Rp 200 ribu atau kurungan penjara minimal tujuh hari. Tidak ada sanksi bagi muncikari dan penyedia tempat prostitusi.
Ringannya hukuman atau sanksi dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 09 Tahun 2004 tentang Penanggulangan Tuna Susila di wilayah Kabupaten Paser, tidak memberi efek jera. Dalam perda disebutkan, wanita tuna susila (WTS) yang terjaring dan melalui proses persidangan, dihukum dengan membayar denda minimal Rp 200 ribu atau kurungan penjara minimal tujuh hari lamanya.
Susianto- paserpos@gmail.com
SATUAN Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Paser menemukan modus baru dalam praktik prostitusi di Kabupaten Paser. Tidak hanya itu, para kupu-kupu malam yang beroperasi di wilayah Gunung Rambutan, Kecamatan Kuaro serta Desa Saing Prupuk, Kecamatan Batu Engau berhasil ditertibkan. Berdasarkan data rekam Satpol PP Paser, sedikitnya 47 WTS berhasil diamankan dalam kurun waktu tiga tahun.
Tidak adanya pasal yang mengatur sanksi khusus untuk muncikari dan pemilik bangunan tempat prostitusi, menjadi salah satu faktor tumbuhnya lokasi-lokasi prostitusi lain. Padahal, tidak akan ada aktivitas prostitusi jika tidak ada orang yang mempersiapkan lokasi dan menawarkan para WTS.
Berdasarkan pantauan Satpol PP, terdapat sejumlah wilayah yang terindikasi digunakan sebagai lokasi prostitusi. Di antaranya, Desa Saing Prupuk Kecamatan Batu Engau, Desa Sungai Nangka, Sungai Rie dan Gunung Rambutan di Kecamatan Kuaro. Kemudian Desa Lombok yang dikenal sebagai kolam susu, bangunannya sudah dirobohkan dan kini berpindah ke desa sebelah, yaitu Desa Brewe Kecamatan Long Ikis serta Pasar Senaken Kecamatan Tanah Grogot.
Sejumlah kendala juga dihadapi dalam mengatasi prostitusi. Seperti, keterbatasan sumber daya manusia (SDM) di Satpol PP Paser. Jumlah anggota Satpol PP pada tahun 2017 sebanyak 89 orang, di mana sebagian petugas ada yang merangkap sebagai staf administrasi. Untuk mengatasi kekurangan personel, tidak jarang Satpol PP meminta bantuan TNI dan kepolisian untuk mendukung kegiatan penegakan perda.
Berdasarkan data rekam tahun 2015 silam, Satpol PP bersama dengan TNI, Polri, serta kecamatan mendapati 21 WTS di wilayah Gunung Rambutan, Kecamatan Kuaro serta Desa Saing Prupuk, Kecamatan Batu Engau.
Sedangkan pada Operasi Pekat 2016, didapati 18 orang WTS dari tiga lokasi berbeda. Yaitu, Desa Saing Prupuk Kecamatan Batu Engau, lokasi Pasar Penampungan di Desa Senaken Kecamatan Tanah Grogot, dan jalan negara Desa Sungai Nangka Kecamatan Kuaro.
Sedangkan data Januari hingga November 2017, terdapat 8 WTS yang berhasil terjaring razia di Desa Saing Prupuk Kecamatan Batu Engau. Ada peningkatan aktivitas prostitusi di wilayah ini, terlihat dari WTS yang terus terjaring petugas setiap tahunnya. Tercatat kurang lebih 20 bangunan di Desa Saing Prupuk yang terindikasi digunakan sebagai lokasi prostitusi.
Kepala Satpol PP Paser Heriansyah Idris berharap ada revisi Perda Nomor 09 Tahun 2004 tentang Penanggulangan Tuna Susila. Ada pasal-pasal yang mengatur sanksi penggusuran dan merobohkan bangunan yang terindikasi dijadikan wadah mangkalnya WTS. Jangan sampai hanya WTS-nya saja yang ditangani, tapi muncikari dan pemberi wadahnya tidak dikenakan sanksi. (*/ian/cal/k1)
No comments:
Post a Comment