Tuesday, October 24, 2017

Revisi Perda Tuna Susila Mendesak

Atasi Modus Baru Prostitusi di Paser

PROKAL.CO, TANA PASER  -  Praktik prostitusi di Kabupaten Paser berlangsung secara sembunyi-sembunyi. Para pelaku mengelabui aparat dengan melakukan praktik mesum berkedok warung kopi. Mereka pun mengaku sebagai pasangan suami istri yang telah menikah siri. Padahal, tempat prostitusi ini sudah ditertibkan pada tahun 2016 lalu.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Paser Heriansyah Idris mengatakan, selain membuka warung kopi untuk mengelabui petugas, para pelaku bisnis haram tersebut juga menempatkan pria dan anak, sehingga mereka terlihat seolah-olah adalah keluarga.
“Kedok warung kopi menawarkan pelayanan plus adalah modus baru mereka. Setiap rumah ada laki-laki dan terkadang ada seorang anak dan mengaku pasutri. Tetapi kenyataannya, sang pria ikut menawarkan kepada calon pria hidung belang,” ujar Kasi Penegakan Perundang-undangan Daerah, Nur Alam saat mendampingi Kasatpol PP.
Diakuinya, praktik mesum di lokalisasi itu agak sulit dibuktikan karena menggunakan dalih pasutri nikah siri. Tentu saja tidak ada surat-surat yang mendukung mereka telah menikah sah secara agama. Terlebih lagi jika bukti-bukti yang ditemukan di lokasi kurang mendukung, maka pihaknya (Satpol PP) tidak dapat menindak sesuai perda yang berlaku di Kabupaten Paser.
“Perda Nomor 09 Tahun 2004 tentang Penanggulangan Tuna Susila belum dapat efektif memberikan efek jera kepada pelaku-pelakunya. Dengan membayarkan denda uang ratusan ribu, tentunya lebih dipilih ketimbang harus merasakan dinginnya sel tahanan pengadilan,” ujarnya.
Hal serupa pernah disampaikan Sekretaris Satpol PP Paser, Muhammad Sidik saat masih menjabat sebagai kepala Satpol PP. Dia mengusulkan untuk merevisi perda tersebut dengan sanksi-sanksi lebih berat, juga menghukum orang yang terlibat dalam bisnis tersebut. Namun sayang, usulan tersebut tak kunjung terealisasi hingga saat ini.
“Perda yang saat ini berjalan, tidak ada sanksi untuk muncikari. Penyedia bangunan juga tidak diatur. Jadi sanksi hanya diberikan pada PSK-nya (pekerja seks komersialnya, Red) saja. Itupun hanya didenda minimal Rp 200 ribu,” jelas Sidik beberapa waktu lalu.
Sementara itu, pihak Satpol PP berharap adanya kerja sama lintas sektor guna menanggulangi penyakit masyarakat (pekat) yang semakin berkembang setiap tahunnya. Perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan setelah WTS terjaring razia agar ada rasa takut dari calon pria hidung belang, hingga melakukan pembinaan dan pengembalian WTS ke kampung halaman. (ian/yud/k1)

No comments:

Post a Comment