PROKAL.CO, TANA PASER - Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Paser, Noorlina Zam Zam saat dijumpai beberapa waktu lalu mengungkapkan, sejak P2TP2A dibentuk pada 2012 lalu, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) mengalami penurunan. Namun, kasus yang ditangani lembaganya mengalami peningkatan, khususnya pada kasus kekerasan seksual anak.
“Lembaga kita sudah berjalan selama lima tahun terakhir. Untuk kekerasan yang dilakukan suami kepada istri dan anak-anaknya sudah mulai menurun. Dan, saat ini yang menjadi perhatian adalah kasus kekerasan seksual yang korbannya adalah anak,” ucap Norlina Zam Zam.
Wanita yang juga aktif sebagai sekretaris PKK Kabupaten Paser ini menerangkan, kekerasan terhadap perempuan pada awal dibentuknya P2TP2A, cukup tinggi. Bahkan, diceritakan kasus pertama yang ditangani yaitu seorang perempuan dewasa yang diperlakukan tidak baik oleh para tetangganya hingga nekat memanjat tower. Kemudian, perempuan tersebut dibina selama tiga bulan dan saat ini sudah menikah dengan pengusaha sukses.
“Ada juga kasus lainnya, perempuan dewasa yang disetubuhi oleh ayah kandungnya hingga memiliki empat orang anak. Sudah kami kirim ke Jawa bersama ibu kandungnya. Tetapi keempat anaknya sudah diadopsi dan masih di bawah pengawasan kami,” ungkapnya.
Sedangkan untuk kasus kekerasan seksual pada anak sejak 2015 hingga 2017 ini mulai mengalami peningkatan. Dia menuturkan, peningkatan tersebut disebabkan oleh perkembangan teknologi dan bebasnya anak-anak menggunakan media sosial tanpa pengawasan dan batasan dari para orangtua.
Kasus kekerasan seksual kebanyakan pelakunya adalah teman-teman yang baru dikenal korban. Seperti kasus yang baru-baru saja terjadi, di mana korban dan pelaku yang usianya masih anak-anak berkenalan melalui media sosial. Korban dan pelaku yang masih di bawah umur tetap dibina di P2TP2A, berbeda jika pelaku merupakan orang dewasa.
“Jika pelaku orang dewasa, tetap kami proses pada pihak berwajib. Namun ada juga keluarga yang minta untuk damai dan pernikahan menjadi pilihannya. Untuk itu, kami mengimbau para orangtua untuk terus memberikan pengawasan dan membatasi penggunaan teknologi yang disalahgunakan oleh anak-anak,” pungkasnya. (ian/cal/k1)
No comments:
Post a Comment