PROKAL.CO, GELARAN ke-43Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) tingkat Kabupaten Paser 2018 di Kecamatan Pasir Balengkong ditutup Minggu (25/3) malam. Senyum tampak tak ingin beranjak dari wajah mereka yang meraih juara. Demikian pula para ofisial, pelatih, dan pendamping. Terlebih orangtua para jawara yang ikut hadir menyaksikan dengan bangga prestasi buah hati mereka.
Dari sisi seremonial, MTQ tersebut berbeda dengan beberapa tahun sebelumnya. Ada kesan lebih sederhana, bersahaja, dan jauh dari kemewahan. Meskipun, ketua panitia melaporkan biaya penyelenggaraan mencapai Rp 1 miliar, dan bersumber dari APBD Paser dan pihak ketiga.
Kesahajaan itu dapat disaksikan pada saat pembukaan dan penutupan. Dulu, acara pembukaan dan penutupan identik dengan tarian kolosal, hingga hiburan kembang api yang konon menghabiskan puluhan bahkan ratusan juta rupiah. Tahun ini, tradisi tersebut ditinggalkan.
Saya setuju. Tentu akan lebih baik dan bermakna jika anggaran tersebut yang jumlahnya cukup fantasis digunakan untuk pembinaan para qari dan qariah, hafiz dan hafizah, atau para peserta lain yang bertebaran di 10 kecamatan se-Kabupaten Paser.
Menurut hemat saya, kesederhanaan dalam seremonial MTQ kali ini patut diapresiasi dan dipertahankan. Di samping memang bagian dari nilai-nilai ajaran Alquran, konsep ini juga menghindarkan semua pihak dari perilaku israf atau berlebih-lebihan dan melampaui batas, serta tabdzir atau pemborosan. Dua karakter yang tentu sangat kontra dengan acara MTQ.
Dalam Alquran, Allah mengecam orang-orang yang berperilaku berlebihan atau melampaui batas. Terutama dalam makan dan minum. Bahkan, Sang Maha Pemberi Nikmattidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. Itu tercantum dalam Surah Al-A’rah ayat 31, yang artinya, “Hai anak Adam (manusia), pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki masjid, makan dan minumlah sesukamu. Dan janganlah kalian berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang berlebih-lebihan”.
Kemudian, Allah juga melarang berperilaku boros karena sejatinya pemboros itu termasuk saudara setan. Itu termaktub pula dalam Surah Al Isra ayat 26 dan 27, “…dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros. Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya (yakni sangat ingkar kepada nikmat-nikmat Allah).
Sungguh ironis jika niat dan tujuan pelaksanaan MTQ yang ingin memuliakan dan mengagungkan Alquran serta menjadi wahana syiar, malah menghadirkan sikap dan perilaku yang kontraproduktif dengan nilai-nilai kitab suci.
Memang bukan perkara mudah menjadikan masyarakat muslim yang mencintai Alquran. Jika diibaratkan sebuah sistem, MTQ (baca: LPTQ/pemerintah) hanyalah salah satu subsistem, yang jika diumpamakan sebuah pohon, ia hanyalah satu ranting dari ranting-ranting yang lain. Untuk itulah perlu terus ditumbuhkembangkan dan digalakkan kebersamaan dan sinergitas antarsubsistem atau antar-ranting dalam rangka mencetak generasi Qurani.
Subsitem atau ranting lain yang sangat urgen dan utama mempersiapkan dan mencetak generasi yang berspektif dan berjiwa Alquran adalah keluarga. Terutama ayah dan ibu. Setelah itu, sekolah atau rumah tahfiz dan masyarakat.
Dengan izin dan rahmat Allah, ayah dan ibu yang memiliki pandangan dan jiwa Alquran, akan menghasilkan pola mendidik dan membimbing anak menjadi generasi Qurani. Jika dikaitkan dengan ketahanan nasional bangsa dan negara kita, tentu saja eksistensi para generasi muslim Qurani ini kelak akan semakin mengukuhkan ketahanan masyarakat, bangsa, dan negara.
Seperti termaktub dalam salah satu lirik lagu Mars MTQ. Yakni, Baldatun Thoyyibatun wa Rabbun Ghafur (Negeri yang Baik dan Penuh Ampunan Tuhan) dapat terwujud. (pms/jib/man/k11)
No comments:
Post a Comment